Berbagi ilmu walaupun sekedar meneruskan berita dari orang lain…
Leadership & Managerial
Tim yang Tangguh, Pondasi Kepemimpinan yang Berhasil
Jun 5th
Mengikuti berita di berbagai media—baik cetak, online, maupun social media—belakangan ini, memang porsi berita buruk sangat dominan. Banyaknya berita-berita buruk ini kemudian membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan keprihatinannya, di sela pencanangan gerakan Indonesia Bebas Pemadaman Bergilir di Mataram, pada 27 Juli 2010. Beliau mengungkapkan bahwa ada gerakan politik yang berkampanye keliling Indonesia dan menjelek-jelekkan pemerintahan. Beliau mengharapkan pemberitaan hendaknya lebih seimbang dan jujur.
Di dalam berbagai kesempatan, saya sempat ngobrol dengan orang-orang yang dekat dengan SBY. Mereka menyampaikan betapa SBY bekerja sangat keras untuk menjalankan pemerintahan yang baik. Beliau pun berkomitmen sangat tinggi pada reformasi birokrasi. Bila presiden sudah bekerja sangat keras, lalu kenapa masyarakat luas belum merasakan kemajuan yang berarti?
Menganalisa situasi ini, saya jadi teringat buku Good to Great yang ditulis oleh Jim Collins. Buku yang ditulis berdasarkan hasil penelitian mengenai apa yang membuat organisasi-organisasi hebat berkinerja prima untuk jangka waktu yang panjang itu, antara lain berkesimpulan bahwa perusahaan-perusahaan yang hebat memulai kepemimpinannya dengan menempatkan orang-orang yang tepat di organisasinya dan melepaskan orang-orang yang tidak tepat. Mereka sangat teliti dalam memilih orang. Prinsip mereka yang pertama adalah, “Siapa”. Mereka pada tahap pertama memfokuskan perhatian dan waktunya guna mendapatkan orang-orang terbaik untuk membangun tim eksekutif yang tangguh. Setelah mendapatkan orang-orang yang tangguh dan terbaik, barulah mereka merumuskan langkah-langkah menuju pencapaian yang luar biasa.
Tim yang tangguh tidak perlu diawasi. Mereka akan menggunakan segenap kemampuannya untuk membangun organisasi yang sukses. Ketika kita merasakan bahwa kita perlu mengawasi seseorang dengan ketat, itu adalah pertanda bahwa kita telah menempatkan orang yang salah.
Dalam banyak situasi, kenyataan ini ditanggapi dengan menunda tindakan tegas untuk mengganti orang-orang yang tidak tepat. Kita mencoba berbagai alternatif untuk memperbaiki kinerja, memberikan kesempatan ketiga dan keempat dengan harapan situasi akan membaik. Kita menginvestasikan banyak waktu untuk mengelola orang itu dengan baik, membuat sistem untuk mengkompensasi kekurangannya dengan harapan kinerjanya akan membaik. Begitu banyak energi dikeluarkan untuk mengelola orang yang tidak tepat itu, sehingga mengambil alih perhatian yang seharusnya diberikan untuk mengembangkan dan bekerja sama dengan orang-orang yang baik. Sebagai akibatnya, kita merasakan bahwa sementara kita bekerja keras luar biasa, hasil yang kita capai tidak merepresentasikan kerja keras tersebut.
Apa yang terjadi dengan pemerintahan SBY jilid dua ini mengingatkan saya pada apa yang saya baca di bukuGood to Great. Ketika Kabinet Indonesia Bersatu II diumumkan, begitu banyak orang ternganga dengan beberapa orang pilihan Pak SBY kali ini. Dibentuknya Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) yang dipimpin oleh orang sekaliber Kuntoro Mangkusubroto, yang bertugas memonitor kinerja para menteri ini seakan menunjukkan kenyataan bahwa SBY menyadari bahwa pilihan kabinetnya “terpaksa” dikompromikan dengan kepentingan-kepentingan politik, sehingga perlu dibentuk suatu lembaga (UKP4) untuk mengkompensasi kekurangan-kekurangan yang ada.
Seperti yang juga terjadi pada contoh-contoh yang diulas dalam buku Good to Great, menempatkan orang yang tidak tepat membawa konsekuensi yang signifikan. Kita melihat struktur pemerintahan yang gemuk karena selain adanya UKP4 yang bertugas mengawasi para menteri ini, kini ada pula wakil menteri dan banyak staff ahli yang mengelilingi para menteri. Harapannya, kehadiran mereka akan mengkompensasi kekurangan-kekurangan para menteri ini.
Akankah strategi itu berhasil? Berbagai berita negatif yang dimuat di berbagai media cetak, online, dan social media adalah salah satu indikator yang patut disimak. Mereka tidak bisa dibungkam dengan ungkapan keprihatinan Presiden, melainkan dengan tindakan tegas untuk membangun tim eksekutif yang tangguh, yang sanggup membangun pemerintahan yang kredibel dan membawa kemajuan yang signifikan.
Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk mengkritik pemerintah kita, melainkan untuk mengingatkan kita semua, para pemimpin organisasi, bahwa memilih dan menempatkan tim yang tangguh adalah pondasi bagi kepemimpinan yang berhasil. Bila kita ingin organisasi kita sukses, tumbuh, dan berkembang, bukan hanya kini tetapi juga secara berkesinambungan, mulailah dengan memilih dan membentuk tim yang tangguh.
Selamat memimpin.
Salam hangat penuh semangat
Betti Alisjahbana
Sumber gambar: www.goodblogger.net
Wednesday, 27 October 2010 06:33 | Written by Betti Alisjahbana
Tim yang Tangguh, Pondasi Kepemimpinan yang Berhasil
www.stisitelkom.ac.id www.di.stisitelkom.ac.id www.ktm.stisitelkom.ac.id www.dkv.stisitelkom.ac.id www.dp.stisitelkom.ac.id www.srm.stisitelkom.ac.id www.blog.stisitelkom.ac.id www.multimedia.stisitelkom.ac.id www.elearning.stisitelkom.ac.id www.library.stisitelkom.ac.id www.repository.stisitelkom.ac.id www.cloudbox.stisitelkom.ac.id www.digilib.stisitelkom.ac.id www.mirror.stisitelkom.ac.id www.sisfo.stisitelkom.ac.id www.hilfan.blog.stisitelkom.ac.id www.telkomuniversity.ac.id www.stisitelkom.academia.edu www.kuningmas-autocare.co.id www.usnadibrata.co.id www.askaf.co.id www.hilfans.wordpress.com www.hilfan-s.blogspot.com www.profesorjaket.co.idApakah Kita Pemimpin yang Dipercaya?
Jun 5th
If leaders are careless about basic things—telling the truth, respecting moral codes, proper professional conduct—who can believe them on other issues?~ James L Hayes
Indonesia baru saja kehilangan seorang pemimpin panutan di dunia bisnis. William Soerjadjaja meninggal di usia 88 tahun pada tanggal 2 April 2010. Pendiri Astra International, yaitu perusahaan yang menaungi 300 perusahaan, itu dikenal memegang standar etika bisnis yang tinggi, sangat peduli pada pengembangan sumber daya manusia, dan berjiwa sosial. Sebagai pemimpin, ia sangat dipercaya karena karakter, kemampuan, serta rekam jejaknya sangat istimewa. Kepergiaannya meninggalkan duka yang dalam bagi orang-orang yang pernah merasakan kepemimpinan dan bimbingannya.
Di lain pihak, kita sering membaca berita para pemimpin yang bahkan tidak dapat melakukan hal-hal yang paling sederhana sekalipun, seperti menyampaikan hal yang sebenarnya, atau menghargai nilai-nilai moral dan berperilaku profesional. Siapa yang akan percaya pada pemimpin yang seperti ini?
Dalam bukunya yang berjudul The Speed of Trust, Stephen M.R. Covey menyampaikan bahwa ketika orang tidak percaya, maka segala hal akan berjalan lambat karena perlu pemeriksaan, pengecekan, diyakinkan berkali-kali, sehingga bukan saja perkerjaan berjalan lambat tetapi biayanya pun menjadi tinggi. Sebaliknya bila orang percaya, maka semuanya akan berjalan lebih lancar dan cepat, serta biaya pun dapat dihemat.
Ini dicontohkan dalam salah satu cerita mengenai Jim, seorang penjual donat dan kopi di jalanan di New York City. Selama waktu sarapan dan makan siang, tokonya selalu dipenuhi antrian orang yang ingin membeli donat dan kopinya. Meskipun hal ini pertanda bagus, tetapi Jim juga melihat bahwa banyak orang merasa bosan mengantri, lalu pergi begitu saja dan tidak jadi membeli. Jim sadar, bahwa karena dia harus melayani semua pelanggan, dia menjadi penghambat terbesar bagi dirinya sendiri untuk menjual lebih banyak donat.
Jim kemudian memutuskan untuk menaruh satu keranjang yang berisi uang pecahan kecil untuk kembalian. Dia mempercayakan pelanggannya untuk membayar dan mengambil sendiri kembaliannya di dalam keranjang itu, tanpa perlu harus melalui Jim.
Alih-alih uangnya dicuri, Jim malah menemukan bahwa banyak pelanggan justru memberi tip dalam jumlah besar. Ini juga mempercepat antrian orang yang akan membeli donatnya, sehingga dia bisa menjual lebih banyak donat. Jim menemukan bahwa pelanggannya senang merasa dipercaya. Tidakkah demikian juga dengan rekan kerja, bawahan, dan atasan kita?
Pemimpin yang Dipercaya
Tugas pertama seorang pemimpin adalah membangun rasa percaya. Ada dua faktor yang mempengaruhi rasa percaya masyarakat terhadap pemimpinnya: karakter dan kompetensi. Karakter mencakup integritas dan niat baik. Sementara kompetensi mencakup kemampuan, ketrampilan, kinerja, dan rekam jejak. Ketika seorang pemimpin mempunyai semuanya—integritas, niat baik, kemampuan, kinerja, dan rekam jejak—maka ia akan dipercaya oleh orang-orang yang dipimpinnya.
Pemimpin juga harus mempercayai timnya—bukan percaya buta tanpa ekspektasi dan akuntabilitas, melainkan percaya yang cerdas, yaitu dengan ekspektasi yang jelas dan sistem akuntabilitas yang dibangun terintegrasi ke dalam sistem organisasi. Pemimpin terbaik umumya memimpin dengan kecenderungan untuk mempercayai timnya.
Pemimpin yang baik sadar bahwa suasana saling percaya harus dibangun dan akan berpengaruh besar pada setiap hubungan, setiap komunikasi, setiap proyek, dan setiap kerja sama bisnis. Ketika saling percaya hadir, maka segalanya akan berjalan lebih cepat dan biaya pun akan lebih murah.
Suasana saling percaya perlu secara khusus dibangun, dimulai dari membuat diri kita sendiri bisa dipercaya. Sifat-sifat baik seorang pemimpin yang akan membuatnya dipercaya antara lain adalah berbicara jujur, menghargai orang lain, membangun transparansi, memperbaiki hal-hal yang tidak benar, menghasilkan kinerja yang baik, bertanggung jawab, mendengarkan, menjaga komitmen, dan mempercai tim.
Saling percaya dalam organisasi bisa dibangun melalui struktur, sistem kerja, sistem akuntabilitas, serta insentif yang mendorong terbangunnya saling percaya. Ketika organisasi bekerja dengan kompak dan secara konsisten membangun reputasi yang baik, maka pasar pun akan percaya dan brand yang kuat pun akan terbangun. Ketika di samping mempunyai reputasi usaha yang baik, organisasi kita pun memberikan kontribusi kepada masyarakat dengan turut memecahkan dan menjadi solusi bagi masalah-masalah nyata di masyarakat, maka organisasi kita tidak hanya dipercaya oleh para pegawai dan pasar, tetapi juga masyarakat.
Di era persaingan bebas kini, di mana persaingan terjadi semakin ketat, kecepatan dan kelincahan organisasi menjadi sangat penting. Untuk itu keterpercayaan perlu dibangun, ditumbuhkan, dan dijaga. Hanya pemimpin yang dipercaya yang bisa membangunnya.
Salam hangat penuh semangat
Betti Alisjahbana
Sumber gambar: www.warriorben.com
Tuesday, 26 October 2010 11:54 | Written by Betti Alisjahbana
Apakah Kita Pemimpin yang Dipercaya?
www.stisitelkom.ac.id www.di.stisitelkom.ac.id www.ktm.stisitelkom.ac.id www.dkv.stisitelkom.ac.id www.dp.stisitelkom.ac.id www.srm.stisitelkom.ac.id www.blog.stisitelkom.ac.id www.multimedia.stisitelkom.ac.id www.elearning.stisitelkom.ac.id www.library.stisitelkom.ac.id www.repository.stisitelkom.ac.id www.cloudbox.stisitelkom.ac.id www.digilib.stisitelkom.ac.id www.mirror.stisitelkom.ac.id www.sisfo.stisitelkom.ac.id www.hilfan.blog.stisitelkom.ac.id www.telkomuniversity.ac.id www.stisitelkom.academia.edu www.kuningmas-autocare.co.id www.usnadibrata.co.id www.askaf.co.id www.hilfans.wordpress.com www.hilfan-s.blogspot.com www.profesorjaket.co.idPemimpin dan Tanggung Jawab
Jun 5th
“Banyak orang berusaha menghindari tanggung jawab ketika ada masalah. Padahal justru ketika ada masalah, pemimpin paling dibutuhkan. Pemimpin dan tanggung jawab adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Sifat tidak bertanggung jawab dan mengalihkan kesalahan kepada orang lain hanya akan membuat seorang pemimpin tidak lagi efektif sebagai pemimpin, karena timnya tidak akan percaya dan menghargainya lagi.”
Kamis malam, saya sungguh gembira menyaksikan pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai respon atas hasil Sidang Pleno DPR tentang kasus Century. Setelah sekian lama ditunggu, akhirnya penghargaan, dukungan, dan perlindungan terhadap dua orang terbaiknya, Sri Mulyani Indrawati dan Boediono, keluar dari mulut SBY.
Sejak kasus Century ini muncul ke permukaan, saya mengikutinya dengan gemas—bagaimana Sri Mulyani dan Boediono dihujat, didemo, diserang habis-habisan, baik di jalan maupun di ruangan pansus DPR. Padahal, bila kita ikuti dengan seksama penjelasan mereka, baik dalam pemeriksaan pansus DPR maupun dalam buku putih yang dikeluarkan oleh Departemen Keuangan, keputusan bailout sungguh masuk akal pada waktu itu, apa lagi ditunjang dengan rekam jejak dan integritas keduanya. Saya percaya, keputusan bailout diambil semata-mata demi mencegah krisis yang lebih dalam. Gemas saya bertambah ketika melihat pak SBY tampak membiarkan kedua pembantunya itu seakan berjuang sendiri. Karena itu, saya sungguh gembira ketika—meskipun agak terlambat—SBY mengambil tanggung jawab atas kasus tersebut.
Banyak orang berusaha menghindari tanggung jawab ketika ada masalah. Padahal justru ketika ada masalah, sosok pemimpin paling dibutuhkan. Pemimpin dan tanggung jawab adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Sifat tidak bertanggung jawab dan mengalihkan kesalahan kepada orang lain hanya akan membuat seorang pemimpin tidak lagi efektif sebagai pemimpin, karena timnya tidak akan percaya dan menghargainya lagi.
Di bawah ini adalah beberapa pokok pikiran mengenai pemimpin dan tanggung jawab:
- Pemimpin bertanggung jawab atas semua yang dilihatnya. Itu berarti, dia juga bertanggung jawab atas apa yang dilihat oleh organisasinya serta tim yang dipimpinnya. Dia bertanggung jawab atas hasil-hasil yang dicapainya, baik hasil yang baik maupun hasil yang buruk. Ada pepatah yang mengatakan “Success has many fathers, while failure is an orphan”, tetapi bagi pemimpin yang baik, hal yang berlaku adalah sebaliknya. “Leadership means you don’t duck when things go wrong.“
- Pemimpin bertanggung jawab untuk memulai komunikasi secara proaktif. Ketika kesalahpahaman terjadi dan gosip timbul, pemimpin bertanggung jawab untuk meluruskan dan membangun komunikasi agar kesalahpahaman tidak muncul lagi.
- Pemimpin bertanggung jawab untuk memberi contoh yang baik dan menjadi agen perubahan. Pemimpin mengerti bahwa apa yang dilakukannya akan ditiru dan diperbesar oleh timnya, dan karenanya mereka harus mengenakan standar yang tinggi pada dirinya. Menjadi pemimpin adalah menjadi orang yang bisa jadi panutan—baik dalam kinerja maupun integritas. Ia harus hidup sesuai dengan nilai-nilai yang baik yang dianutnya.
- Pemimpin bertanggung jawab atas kinerja organisasinya. Kemampuan kepemimpinan seorang pemimpin dinilai dari kinerjanya. Pemimpin tidak bisa menyalahkan siapapun kecuali dirinya untuk kinerja yang buruk.
- Pemimpin bertanggung jawab agar organisasinya memiliki prioritas dan fokus. Pemimpin membuat tim dan organisasinya fokus pada hal-hal yang penting. Dia menjaga fokus dan prioritas itu, membuat keputusan-keputusan, dan menghilangkan hambatan-hambatan agar organisasi tetap dapat fokus pada hal-hal yang penting dan menghasilkan kinerja prima.
Tanggung jawab seorang pemimpin memang sangat besar. Demikian pula pemimpin harus menerapkan standar yang tinggi bagi dirinya karena keputusan-keputusan yang diambil olehnya akan mempengaruhi banyak orang.
Dalam kaitannya dengan tanggung jawab ini, ada dua quote dari Collin Powell yang ingin saya kutip:
- As a leader, you set the tone for your entire team. If you have a positive attitude, your team will achieve much more.
- The essence of leadership is the willingness to make the tough decisions. Prepared to be lonely.
Siapkah kita menjadi pemimpin yang bertanggung jawab?
Salam hangat penuh semangat
Betti Alisjahbana
Sumber gambar: modernservantleader.com
Tuesday, 26 October 2010 17:22 | Written by Betti Alisjahbana